Powered By Blogger

Senin, 14 Mei 2012

Hakikat Pendidikan Parakter


I.                   Hakikat Pendidikan Parakter
Sejalan dengan Renstra Kemendiknas 2010-2014 yang telah mencanangkan penerapan pendidikan karakter, maka diperlukan kerja keras semua pihak, terutama terhadap program-program yang memiliki kontribusi besar terhadap peradaban bangsa harus benar-benar dioptimalkan. Namun, penerapan pendidikan karakter di sekolah memerlukan pemahaman tentang konsep, teori, metodologi dan aplikasi yang relevan dengan pembentukan karakter (character building) dan pendidikan karakter (character education). Selama ini para guru sudah mengajarkan pendidikan karakter namun kebanyakan masih masih seputar teori dan konsep, belum sampai ke ranah metodologi dan aplikasinya dalam kehidupan. Idealnya, dalam setiap proses pembelajaran mencakup aspek konsep (hakekat), teori (syare’at), metode (tharekat) dan aplikasi (ma’rifat). Jika para guru sudah mengajarkan kurikulum secara komprehensif melalui konsep, teori, metodologi dan aplikasi setiap mata pelajaran dimana pendidikan karakter sudah terimplementasikan di dalamnya , maka kebermaknaan yang diajarkannya akan lebih efektifi dalam menunjang pendidikan karakter. Tanpa pijakan dan pemahaman tentang konsep, teori, metode yang jelas dan komprehensif tentang pendidikan karakter, maka misi pendidikan karakter pada sekolah-sekolah akan menjadi sia-sia.

           Pendidikan moral (moral education) dalam keseharian sering dipakai untuk menjelaskan aspek-aspek yang berkaitan dengan etika. Pembelajarannya lebih banyak disampaikan dalam bentuk konsep dan teori tentang nilai benar (right) dan salah (wrong).
Sedangkan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari tidak menyentuh ranah afektif (apresiatif) dan psikomotorik (tidak menjadi kebiasaan) dalam perilaku siswa. Pendidikan ahlaq lebih ditekankan pada pembentukan sikap batiniyah agar memiliki spontanitas dalam berbuat kebaikan. Nilai benar dan salah diukur oleh nilai-nilai agamawi. Dalam Islam, nilai-nilai itu harus merujuk pada Al-Qur’an dan Sunnah. Jika perilaku kaum Muslim sudah tidak merujuk lagi pada Al-Qur’an dan Sunnah, dapat dikatagorikan kaum yang tidak berahlaq sekaligus dapat disebut kaum yang tidak bermoral. Namun dalam implementasinya masih sama halnya dengan pendidikan moral. Walaupun beberapa lembaga pendidikan sudah menyatakan berbasis moral dan ahlaq, tetapi masih berbanding lurus dengan naiknya angka kriminalitas dan denkadensi moral di kalangan anak sekolah. Sedangkan pendidikan karakter merupakan upaya pembimbingan perilaku siswa agar mengetauhi, mencintai dan melakukan kebaikan. Fokusnya pada tujuan-tujuan etika melalui proses pendalaman apresiasi dan pembiasaan.
        Secara teoritis, karakter seseorang dapat diamati dari tiga aspek, yaitu: mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Pendidikan karakter sesungguhnya bukan sekedar mendidik benar dan salah, tetapi mencakup proses pembiasaan (habituation) tentang perilaku yang baik sehingga siswa dapat memahami, merasakan, dan mau berperilaku baik. Sehingga tebentuklah tabi’at yang baik. Menurut ajaran Islam, pendidikan karakter identik dengan pendidikan ahlaq.Walaupun pendidikan ahlaq sering disebut tidak ilmiah karena terkesan bukan sekuler, namun sesungguhnya antara karakter dengan spiritualitas memiliki keterkaitan yang erat. Dalam prakteknya, pendidikan ahlaq berkenaan dengan kriteria ideal dan sumber karakter yang baik dan buruk, sedangkan pendidikan karakter berkaitan dengan metode, strategi, dan teknik pengajaran secara operasional.
Proses pendidikan dengan bahasa sederhana adalah merubah manusia menjadi lebih baik dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan. Namun, pada prakteknya lebih ditekankan pada aspek prestasi akademik (academic achievement), sehingga mengabaikan pembentukan karakter siswa. Walaupun dalam teori sosiologi menyebutkan bahwa pembentukan karakter menjadi tugas utama keluarga, namun sekolah pun ikut bertanggung terhadap kegagalan pembentukan karakter di kalangan para siswanya, karena proses pembudayaan menjadi tanggungjawab sekolah.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar